Jumat, 01 Maret 2013

MONOMER/POLIMER GULA PEREDUKSI: SELULOSA



Selulosa merupakan polimer karbohidrat atau polisakarida yang tersusun dari unit anhidroglukopiranosa dengan rumus C6H10O5. Selulosa diikat oleh β-1,4 glikosidik membentuk rantai polimer linier dengan struktur rantai yang seragam. Dua unit glukosa yang berdekatan akan berikatan dengan cara melepaskan satu molekul air, yang terbentuk dari gugus-gugus hidroksil pada atom karbon kesatu dan keempat. Posisi beta dari grup-OH pada C1 akan berhubungan dengan unit glukosa lain pada C1 – C4 dari cincin piranosida, membentuk unit selobiosa.
Selulosa yang merupakan bagian terbesar dari komponen lignoselulosa tanaman, dapat dicirikan sebagai polimer linier dari unit D-glukosa yang berberat molekul tinggi. Ikatan β-1,4 glikosidik yang kuat dari selulosa dapat membentuk kristal mikrofibril, yang kemudian secara bersama-sama membentuk serat selulosa yang tidak larut. Sifat kimia dan fisik dari selulosa menyebabkan selulosa berfungsi sebagai komponen struktural utama dalam dinding sel tanaman. Struktur Selulosa dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Selulosa
Gugus-OH pada atom C1 berasal dari hidrat aldehida yang terbentuk\ pada saat pembentukan cincin secara intramolekuler oleh ikatan hemiasetal. Hal ini menyebabkan grup-OH pada ujung C1 memiliki sifat pereduksi. Gugus OH pada ujung C4 dari selulosa merupakan gugus hidroksil alkohol, sehingga bersifat non-reduksi.
Terdapat dua macam ikatan hidrogen yang terdapat pada struktur selulosa, yaitu : ikatan hidrogen intramolekular dan ikatan hidrogen intermolekular. Ikatan hidrogen yang dibentuk dari O (6) pada satu residu glukosa dengan O (2)H pada glukosa di sebelahnya dan juga dari O (3)H dengan oksigen O (5)H cincin, merupakan ikatan hidrogen intramolekul.
Ikatan hidrogen intermolekular terjadi akibat ikatan dari O (3”) pada satu rantai dengan O (6) pada rantai disampingnya.
Ikatan hidrogen intramolekular mempertahankan kekakuan rantai selulosa, sedangkan ikatan intermolekular menyebabkan rantai selulosa saling berikatan membentuk suatu mikrofibril. Beberapa mikrofibril ini kemudian membentuk fibril dan akhirnya menjadi serat selulosa. Struktur fibril dan kuatnya ikatan hidrogen, menyebabkan selulosa bersifat tidak larut dalam berbagai pelarut. Bagian selulosa yang mudah dihidrolisis disebut bagian amorf dari selulosa. Umumnya selulosa mengandung 15 % bagian amorf dan 85 % kristalin. Setelah selulosa amorf dipisahkan, akan diperoleh partikel berbentuk batang dari selulosa kristalin.
Pengembangan polimer biasanya diikuti dengan pelarutan, tetapi banyak senyawa yang mengembangkan selulosa tanpa menghasilkan pelarutan. Apabila selulosa mengembang karena gaya pelarutan, maka gaya antar molekul menurun sehingga molekul akan lebih mudah bereaksi. Selulosa yang telah kembang lebih rentan terhadap degradasi termal, mungkin karena lebih mudahnya gerakan translasi dari segmen.
Cairan akan menginduksi selulosa untuk mengembang (swelling). Sejumlah cairan dapat memasuki struktur selulosa secara sempurna dan sekaligus akan menyebabkan pengembangan intrakristalin dan interkristalin. Pengembangan interkristalin terjadi bila cairan tidak dapat memasuki daerahdaerah kristalin dan hanya menyebabkan mengembangnya struktur interkristalin. Pengembangan struktur interkristalin terutama terjadi akibat interaksi selulosa dengan air sehingga untuk mempelajarinya diperlukan pengetahuan mengenai sifat air dan sifat kristalnya. Interaksi selulosa dengan air umumnya terjadi pada daerah interkristalin atau permukaan kristalit.
Sumber Referensi:
Resita,  E., T. 2006. Produksi Selo-Oligosakarida Dari Fraksi Selulosa Tongkol Jagung Oleh Selulase Trichoderma viride. Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanianinstitut Pertanian Bogor.