Selulosa merupakan polimer karbohidrat atau
polisakarida yang tersusun dari unit anhidroglukopiranosa dengan rumus C6H10O5.
Selulosa diikat oleh β-1,4 glikosidik membentuk rantai polimer linier dengan
struktur rantai yang seragam. Dua unit glukosa yang berdekatan akan berikatan
dengan cara melepaskan satu molekul air, yang terbentuk dari gugus-gugus
hidroksil pada atom karbon kesatu dan keempat. Posisi beta dari grup-OH pada C1
akan berhubungan dengan unit glukosa lain pada C1 – C4 dari cincin piranosida, membentuk
unit selobiosa.
Selulosa yang merupakan bagian terbesar dari
komponen lignoselulosa tanaman, dapat dicirikan sebagai polimer linier dari
unit D-glukosa yang berberat molekul tinggi. Ikatan β-1,4 glikosidik yang kuat
dari selulosa dapat membentuk kristal mikrofibril, yang kemudian secara
bersama-sama membentuk serat selulosa yang tidak larut. Sifat kimia dan fisik
dari selulosa menyebabkan selulosa berfungsi sebagai komponen struktural utama
dalam dinding sel tanaman. Struktur Selulosa dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar
1. Struktur Selulosa
Gugus-OH
pada atom C1 berasal dari hidrat aldehida yang terbentuk\ pada saat pembentukan
cincin secara intramolekuler oleh ikatan hemiasetal. Hal ini menyebabkan grup-OH
pada ujung C1 memiliki sifat pereduksi. Gugus OH pada ujung C4 dari selulosa
merupakan gugus hidroksil alkohol, sehingga bersifat non-reduksi.
Terdapat dua macam ikatan hidrogen yang terdapat
pada struktur selulosa, yaitu : ikatan hidrogen intramolekular dan ikatan
hidrogen intermolekular. Ikatan hidrogen yang dibentuk dari O (6) pada satu
residu glukosa dengan O (2)H pada glukosa di sebelahnya dan juga dari O (3)H dengan
oksigen O (5)H cincin, merupakan ikatan hidrogen intramolekul.
Ikatan
hidrogen intermolekular terjadi akibat ikatan dari O (3”) pada satu rantai
dengan O (6) pada rantai disampingnya.
Ikatan hidrogen intramolekular mempertahankan
kekakuan rantai selulosa, sedangkan ikatan intermolekular menyebabkan rantai
selulosa saling berikatan membentuk suatu mikrofibril. Beberapa mikrofibril ini
kemudian membentuk fibril dan akhirnya menjadi serat selulosa. Struktur fibril
dan kuatnya ikatan hidrogen, menyebabkan selulosa bersifat tidak larut dalam
berbagai pelarut. Bagian selulosa yang mudah dihidrolisis disebut bagian amorf
dari selulosa. Umumnya selulosa mengandung 15 % bagian amorf dan 85 % kristalin.
Setelah selulosa amorf dipisahkan, akan diperoleh partikel berbentuk batang
dari selulosa kristalin.
Pengembangan polimer biasanya diikuti dengan
pelarutan, tetapi banyak senyawa yang mengembangkan selulosa tanpa menghasilkan
pelarutan. Apabila selulosa mengembang karena gaya pelarutan, maka gaya antar
molekul menurun sehingga molekul akan lebih mudah bereaksi. Selulosa yang telah
kembang lebih rentan terhadap degradasi termal, mungkin karena lebih mudahnya
gerakan translasi dari segmen.
Cairan akan menginduksi selulosa untuk mengembang (swelling).
Sejumlah cairan dapat memasuki struktur selulosa secara sempurna dan sekaligus
akan menyebabkan pengembangan intrakristalin dan interkristalin. Pengembangan
interkristalin terjadi bila cairan tidak dapat memasuki daerahdaerah kristalin
dan hanya menyebabkan mengembangnya struktur interkristalin. Pengembangan
struktur interkristalin terutama terjadi akibat interaksi selulosa dengan air
sehingga untuk mempelajarinya diperlukan pengetahuan mengenai sifat air dan
sifat kristalnya. Interaksi selulosa dengan air umumnya terjadi pada daerah
interkristalin atau permukaan kristalit.
Sumber Referensi:
Resita, E., T. 2006. Produksi Selo-Oligosakarida
Dari Fraksi Selulosa Tongkol Jagung Oleh Selulase Trichoderma viride. Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi
Pertanianinstitut Pertanian Bogor.